lagi-lagi...tulisan sebagai terapi

Aku ga pernah paham konsep psikologi. Yha, emg apaan sie intinya? Ga ada, kan? Psikologi itu seni, kata sepupu gw… selalu berbeda di setiap kondisi. Bahkan teorinya bisa beda bgt di kondisi yang berbeda. Kita mempelajari sesuatu yang selalu bergerak, berubah dan berkembang. Kalo ga terus belajar, ga akan bisa memahaminya. Itu pikir gw.

Sampe satu pagi, gw terlambat bangun untuk sebuah kuliah terpenting semester ini. gw shock bukan main. Sebenarnya bisa ajha sie gw buru2 brkt dgn ga mandi, ato tetep mandi tp ngebut di jalan. Tp yang buat gw kaget bukan terlambatnya. Melainkan kenapa gw bisa melewatkan yang satu ini? Ada apa dengan Tasya yang selalu siap sedia untuk semua yang dia kerjakan? Ada apa dengan Tasya yang dikagumi karna time management-nya?

Semua berawal dari tahun lalu. Bukan. Bertahun-tahun lalu. “Seorang anak harus menjaga nama baik orangtuanya.” Masa lalu membentuk kita, kan? Hmph… kali ini, yang terbentuk jauh lebih menyeramkan dari dugaan gw. Gw jadi “pemuja” orang lain. Gw jadi orang baik. Gw jadi yang terbaik di antara semua orang. Gw pengertian, hangat, ramah, menerima semua dengan pemikiran positif. Itu dia. Gw melupakan satu hal yang penting. Gw berperilaku baik pada semua orang. Tp ngga gitu sama diri gw sendiri.

Semakin parah wkt memasuki semester dua. IP mulai turun. Papa menyemangati dengan kata-kata ‘beasiswa’ dan lanjut s2. Gw semangat. Atau patah arang? Stress mulai lahir disini.

Lanjut hingga semester lima. Pertengahan kuliah. Pertengahan kehidupan. Gw memilih cita-cita dibanding ‘cepat lulus’ atau ‘mudah’. Tapi kali ini bukan cuma patah, arang gw habis. Bukannya membaik, malah turun meski angka terkecil. Gw semakin terpuruk. Bukan, bukan sedih. Bukan capek. Bukan jenuh. Tapi kecewa. Kepahitan. Amarah yang berubah jadi dendam.

Baru tiga minggu kuliah uda menghadapi masalah dengan mental sendiri. Bukan motivasi jawabannya. Bukan kebahagiaan. Bukan tekad bulat. Gw kecewa dgn diri gw sendiri yang ga bisa membuat perubahan meski sedikit. Ditambah dengan ceramah papa yang terus mengumandangkan kata-kata yang sama. Bukan salah dia, ya emg gw yg uda kebal. Ato bebal? Stress menjadi selaput di telinga gw. Dan hati. Mungkin tepatnya stress diganti dgn kekecewaan.

Gw mulai berperilaku buruk. Gw ga peduli dengan kebaikan. Gw mulai cuek lagi. Ga ramah, bahkan menghindar. Tertunduk dan sendirian disini. Gw yakin, gw mulai kehilangan yang gw benci. Diri gw sendiri.

Kenapa bisa gitu? Kenapa? Kurang mengerti kasih Tuhan? Kurang paham maksud orangtua? Ga siap hidup sendiri? Yha jawabannya cuma satu. Gw masi bergantung sama diri gw sendiri. Sampe kapanpun, gw ga akan bisa melakukan semuanya kl cuma bergantung pada diri sendiri. Baru beberapa hari lalu gw buka masalah finansial ke mama, utk yang pertama kalinya dalam dua tahun. Tapi untuk yang lainnya, gw yakin gw bisa melakukannya sendiri. Bahkan tanpa bantuan temen-temen gw pasti bisa. Yha, bisa kok. Bisa ancur.

Jalan terbaik adalah bergantung pada Tuhan. Dia sumber kekuatan. Kalimat itu ga main-main. Dia sumber. Bener-bener sumber segalanya. Dia bukan distributor kekuatan. Dia produktornya. Bukan pabrik yang masi perlu sumber daya. Dia P E N C I P T A. Gw ga punya bahasa lain, yha cuma itu. Kalo mau dapetin barangnya, dateng ke yang buat. Krna kl dateng ke toko, mereka bisa kehabisan stok.

Ga usah malu untuk nangis sendiri. Ga usah takut untuk bilang “saya takut”. Karena keterbukaan bagai perawat yang mulai menyapu luka kita dengan alkohol. Dari situ, kamu bisa tahu penyakitmu, dan obatnya. Se-simple itukah? Gimana mungkin biji mata pencipta seluruh dunia ini membenci bentuknya sendiri?

Gw di dalam tangan yang bisa membuat segalanya berubah dalam sekejab. Di dalam tangan yang merajut gw bahkan di saat gw ga seharusnya lahir. Gw di dalam tangan yang menyatukan keluarga gw, memulihkan keluarga gw, menyelamatkan gw dr sakit, penakluk badai, arsitektur gunung2, seniman semua bunga dan ikan di laut. Gw di tangan yang ajaib. Percaya deh. Memahami Tuhan lebih dalam, akan membuat kita merasa sangat beruntung berada di dalamnya, jauh daripada pewaris semua harta Bill Gates.

Comments

Popular posts from this blog

Apa artinya "Kaulah Segalanya"?

What a Great Community We have

Sekolah Untuk Kepala Sekolah!