Naik Kereta Api, Tut Tut Tuuuut… (3)

Dalam kereta, tentunya ga mungkin hanya kita sendiri di sebuah gerbong. Sebagai penumpang, ada juga yang namanya…. penumpang lain. Ada yang duduknya di sebelah kita, depan, atau belakang kita. Keseruan terjadi ketika sebelah kita ternyata adalah orang yang membuat kita kesal atau tidak nyaman di perjalanan. Untung-untung sih kalo dia enak dipandang. Tapi kalo ngeselin dan bau ketiak?

Memang, jika berkaitan dengan relasi, perspektif itu penting. Karena manusia itu memiliki banyak sisi. Bahkan bagi dirinya sendiri, tidak hanya satu sisi yang ia tampilkan. Apalagi waktu dia menghadapi orang lain, pasti lebih banyak sisi lagi yang muncul ke permukaan. Sisi-sisi yang lebih beragam muncul juga ketika seseorang menghadapi orang-orang baru, seperti yang kerap terjadi di stasiun atau gerbong kereta.

Untuk orang-orang yang memang membawa ketidaknyamanan, kita bisa belajar 3 hal dari mereka.

Satu, mengampuni. Kan bukan salah gue? Iya tapi respon itu penting. Sekarang gini, kalo ada semut yang menggerayangi kulit kalian, apa yang kalian lakuin? Cukup sentil atau malah baper dan sakit hati mendalam? Perkara salah siapa sebenarnya bukan jadi poin, karena hidup bukan sebuah pengadilan. Kalaupun bukan kita yang salah, ngapain kita buang-buang damai sejahtera dan memilih kemarahan? Cukup maafin aja mereka dan ga usah berlama-lama di kubangan. Segera berdiri dan lanjut ke masa depan! Bahkan meskipun endingnya kena vonis 2 tahun, pun kita bisa belajar untuk tetap mengampuni.

Dua, kita bisa belajar cuek. Komentar negatif di postingan Instagram, rekan kerja yang bermuka dua, atasan yang tidak bermental sehat, atau siapapun itu. Selama mereka bukan orang-orang penting dalam hidup kita, cuek bisa kita ambil sebagai aksi. Untuk rekan kerja misalnya, anggaplah mereka sebagai sarana untuk pekerjaan kita selesai. Tidak lebih sedikitpun dari itu. Untuk apa? Toh memang itu “tugas” mereka dalam hidup kita. Diluar ranah itu, entah baik ataupun buruk perlakuan/perkataan mereka, kita bisa cuek dalam menanggapi, karena mereka bukan orang penting dalam hidup kita. Lalu, bagaimana kalau mereka adalahsignificant others? Kembali ke poin satu!

Tiga, kita bisa belajar mengendalikan emosi kita. Kelihatannya susah tapi tidak mustahil. Ketika kita bisa menjaga hati kita, hal ini berpengaruh besar ke seluruh hidup kita. Mau orang lain jahat, baik, jahat jadi baik, baik jadi jahat, labil, Terlalu Tampan, tidak membawa pengaruh ke kita. Kita bisa terhindar dari perasaan kecewa, marah, atau terlena dengan kebaikan yang mungkin saja palsu. Kita juga bahkan tetap bisa melihat kebaikan orang lain ketika mereka menampilkan kejahatan, atau kejahatan orang lain waktu mereka menampilkan kebaikan. Ga ada lagi pernyataan “ayolah, jangan buat gue marah!” Atau “gue jadi marah begini tuh karena dia!”Karena ini hidup dan hati kalian-bukan punya mereka, kan? Emang kalian robot yang dikendalikan pihak lain? Putuskan untuk merasa bahagia dan tidak lagi buang semua jengkel. Percaya deh, kalian bisa koq. Pake telor. Eh, pake banget.

Perjalanan apapun membawa kita untuk lebih mengenal orang lain yang juga ada disitu. Terlihat betul siapa yang menjadi pupuk (menyehatkan, namun bau) dan siapa yang menjadi air (menyehatkan, segar, adem). Semuanya tetap dibawa santai, tegas dan bahagia. Toh, gue yakin Tuhan juga ga mau perjalanan kita membosankan. Tar malah ketiduran dan kelewatan stasiun tujuan ‘kan repot? 
Semuanya untuk membawa pertumbuhan yang baik untuk kita masing-masing, tentunya disertai dengan kesadaran penuh untuk menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan kita juga (Amsal).

Emangnya, bisa sewa security untuk jaga hati?


Comments

Popular posts from this blog

Apa artinya "Kaulah Segalanya"?

What a Great Community We have

Sekolah Untuk Kepala Sekolah!