LOVE CAN SAVE US ALL
Ketika
kata-kata itu menghampiriku, posisiku adalah di ambang batas antara ingin
mmbunuh seseorang atau ingin melenyapkan jasadnya di Samudra Hindia. Kedua pilihan
ini bisa membuat tidurku nyenyak. Secara harafiah aku tersenyum ketika
membayangkan segala jenis siksaan kepadanya. Aku sungguh dilema karena Tuhan
yang aku percaya mengatakan bahwa aku harus mengasihi semua manusia, bahkan
musuh sekalipun.
Aku
tidak pernah menghadapi masalah semacam ini seumur hidupku, karena memang aku
jarang berinteraksi mendalam dengan semua orang. Setidaknya tidak cukup dalam
untuk orang itu menyakitiku. Aku berada di zona nyaman. Bahkan kalau aku
menyakiti mereka, aku bisa dengan mudahnya pergi tanpa peduli sedikitpun.
Semuanya
berbeda ketika ada tuntutan dari kepercayaan, dimana harga yang perlu dibayar
adalah pengampunan, karena dengan harga yang sama ada keselamatan. Sungguh berbeda
ketika hidup kita bukannya milik kita lagi, tapi jauh lebih besar dari segala
yang kita ketahui dari kecil. Segalanya berbeda. Segalanya namun juga hancur,
karena terlalu jauh kita membangun tanpa mengetahui cetakan awal.
Ketika
kau ingin menghancurkan hidup seseorang dan keluarganya. Ketika kebencian menguasaimu,
begitu kuat hingga fajar tidak lagi hangat. Ketika hanya memikirkan orang yang
kau benci bisa membuat harimu berubah. Ketika seluruh orang di sekelilingmu
tidak lagi penting, karena kau harus menghancurkan orang yang kau benci.
Disitu,
Pribadi ini menunjukkan ada jalan yang lebih baik. Jalan yang lebih tinggi. Jalan
yang lebih dari sekedar sakit dan menyakiti. Dimensi baru. Dan kasih menjadi
pintunya. Karena kasih bisa menyelamatkan. Kasih bahkan telah menyelamatkan. Dan
seluruh rencana matang itu hilang, seolah memang tidak ada disana dari awal.
Ketika
kasih dianggap kelemahan. Ketika berbuat baik dianggap rendah. Ketika kasih
diterjemahkan dengan sebuah pembunuhan brutal. Ketika itulah kasih menyelamatkan.
Seharusnya tidak ada kebencian yang lebih hebat dari yang Dia rasakan melihat
apa yang mereka lakukan terhadap Anak-Nya. Seharusnya. Namun itulah kasih. Itulah
Dia. Itulah kasih yang menyelamatkan.
Bagaimana
bisa?
Sesungguhnya,
jika masih masuk akal, pintu itu masih belum terbuka.
It's really inspiring
ReplyDeleteTo God be the glory
Delete